Daya Matematika

Daya Matematika adalah . . . . . .

Mathematical Attitude

Mathematical Attitude adalah . . . . . .

Mathematical Content

Mathematical Method Content adalah . . . . . . .

Mathemtical Method

Mathematical Method adalah . . . . . . .

Senin, 23 Maret 2020

Mathematical Abilities dalam Daya Matematika Serta Hubungannya dengan Dimensi Pengetahuan pada Revisi Taksonomi Bloom


Mathematical Abilities merupakan salah satu bagian daya matematika hal itu diantaranya dinyatakan dalam (NAEP, 2002; Sahin & Baki, 2010). Menurut (NAEP, 2002) Mathematical Abilities terdiri dari pemahaman konseptual, pemahaman prosedural serta pemaecahanmasalah. Dimana Pemahaman konseptual dapat dilihat hanya sebagai ukuran siswa mengenai “knowing that” atau “knowing about” yaitu pengetahuan yang terbatas pada sekedar mengetahui, sedangkan pengetahuan prosedural dapat dilihat sebagai “knowing how” pada tingkatan ini siswa sudah berpikir mengenai bagaimana sesuatu tersebut. Kemudian kedua kemampuan ini adalah dasar untuk mengenali dan memahami suatu masalah, merumuskan rencana untuk menyelesaikan masalah, sampai pada solusi untuk masalah tersebut, dan merefleksikan solusi tersebut, yang mana tahap-tahap selanjutnya tersebut dapat dianggap sebagai aspek pemecahan masalah.
            Menurut (NAEP, 2000) Mengenai pemahaman konseptual siswa dalam matematika dapat ditunjukan ketika mereka memberikan bukti bahwa mereka dapat mengenali, memberi label, dan menghasilkan contoh dan bukan contoh konsep; menggunakan dan menghubungkan model, diagram, manipulatif, dan beragam representasi konsep; mengidentifikasi dan menerapkan prinsip-prinsip (yaitu, pernyataan yang valid menggeneralisasikan hubungan antar konsep dalam bentuk bersyarat); mengetahui dan menerapkan fakta dan definisi; membandingkan, membedakan dan mengintegrasikan konsep dan prinsip terkait untuk memperluas sifat konsep dan prinsip; mengenali, menafsirkan, dan menerapkan tanda, simbol, dan istilah yang digunakan untuk mewakili konsep; atau menafsirkan asumsi dan hubungan yang melibatkan konsep dalam pengaturan matematika. Hal tersebut juga serupa dengan pengetahuan konseptual yang ada pada (Krathwohl & Anderson, 2009) dimana pengetahuan konseptual merupakan keterhubungan diantara fakta-fakta yang mana membentuk struktur dan mereka dapat berfungsi secara bersama-sama, yang biasanya dilihat melalui kegiatan siswa dalam mengelompokan, melakukan generalisasi contoh dan bukan contoh serta pengetahuan mengenai teori, model ataupun struktur. Dari beberapa hal tersebut siswa menunjukkan pemahaman konseptual ketika mereka menghasilkan contoh atau representasi umum atau unik, atau ketika mereka memanipulasi ide-ide sentral tentang suatu konsep dengan berbagai cara.
            Selanjutnya mengenai pengetahuan prosedural, Menurut (Krathwohl & Anderson, 2009) pengetahuan prosedural berkaitan dengan cara dalam melakukan sesuatu, metode penyelidikan, dan kriteria untuk menggunakan keterampilan, algoritma, teknik, dan metode. (NAEP, 2000) menjabarkan dalam matematika pengetahuan prosedural dapat dilihat ketika mereka memilih dan menerapkan prosedur yang sesuai dengan benar; memverifikasi atau membenarkan prosedur menggunakan model konkret atau metode simbolik; memperluas atau memodifikasi prosedur yang sesuai untuk menyelesaikan suatu masalah. Pengetahuan prosedural mencakup berbagai algoritma numerik dalam matematika yang telah dibuat sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan khusu secara efisien. Pengetahuan prosedural juga mencakup kemampuan untuk membaca dan menghasilkan grafik dan tabel, mengeksekusi konstruksi geometris, dan melakukan keterampilan nonkomputasi seperti pembulatan dan mengurutkan. Pengetahuan prosedural sering tercermin dalam kemampuan siswa untuk menghubungkan proses algoritmik dengan situasi masalah yang diberikan, menggunakan algoritma itu dengan benar, dan mengkomunikasikan hasil algoritma dalam konteks masalah tertentu. Pemahaman prosedural juga mencakup kemampuan siswa untuk bernalar melalui suatu situasi, menggambarkan mengapa prosedur tertentu akan menyelesaikan masalah dalam konteks yang dijelaskan. Dalam pengetahuan prosedural, pertanyaan penilaian adalah seberapa baik siswa menjalankan suatu prosedur atau memilih prosedur yang sesuai untuk melakukan tugas yang diberikan.
Komponen mathematical abilities yang terakhir menurut (NAEP, 2000) adalah pemecahan masalah, yang mana dalam pemecahan masalah siswa diharuskan untuk menggunakan kumpulan pengetahuan matematika yang telah mereka miliki ke dalam situasi baru. Pemecahan masalah mengharuskan siswa untuk mengenali dan merumuskan masalah; menentukan kecukupan data; menggunakan data, strategi, model, dan aturan matematika yang relevan; menghasilkan, memperluas, dan memodifikasi prosedur; mengggunakan penalaran (spasial, induktif, deduktif, statistik, atau proporsional) dalam aturan yang baru; dan menilai kewajaran dan kebenaran solusi. Situasi pemecahan masalah mengharuskan siswa untuk menghubungkan semua pengetahuan matematika mereka tentang konsep, prosedur, penalaran, dan keterampilan komunikasi/representasional dalam menghadapi situasi baru. Dengan demikian, situasi ini mungkin merupakan ukuran paling akurat dari kecakapan siswa dalam matematika.
Dari beberapa hal tersebut dapat dikatakan bahwa mathematical abilities sifatnya bertingkat dimulai dari pemahaman konseptual, prosedural dan yang paling tinggi adalah pemecahan masalah menurut (NAEP, 2000) sehingga untuk sampai kepada pemecahan masalah siswa harus memiliki fondasi yang kuat mengenai pengetahuan konseptual dan pengetahuan prosedural. Hal itu sesuai dengan dimensi pengetahuan yang ada pada revisi taksonomi bloom akan tetapi yang pada Revisi Taksonomi Bloom (Krathwohl & Anderson, 2009) ada beberapa tambahan yaitu sebelum pengetahuan konseptual ada hal yang harus di kuasai  siswa terlebih dahulu yaitu pemahaman faktual yaitu pengetahuan yang berkaitan dengan terinologi-teminologi yang akan digunakan seperti simbol ataupun vocabulary. Kemudian selain itu dalam taxonomy Bloom revisi juga setelah pengetahuan prosedural terdapat pengetahuan metakognitif yaitu pengetahuan tentang kognisi secara umum serta kesadaran dan pengetahuan tentang kognisi seseorang yang biasanya dilihat dengan bagaimana siswa mampu menanyakan terhadap dirinya sendiri mengenai apa yang sudah dirinya hasilkan.

Referensi :
Krathwohl, D. R., & Anderson, L. W. (2009). A taxonomy for learning, teaching, and assessing: A revision of Bloom's taxonomy of educational objectives. Longman.
NAEP, (2002). Mathematics Framework for the 2003 National Assessment of Educational Progress. Washington, DC: National Assessment  Governing Board.

Senin, 16 Maret 2020

Mind Map Daya Matematika


Menurut (NAEP, 2002) Daya matematika terdiri dari kemampuan matematika (pemahaman konseptual, pengetahuan prosedural, dan pemecahan masalah) dalam konteks penalaran yang lebih luas dan dengan koneksi melintasi cakupan konten dan pemikiran matematika. Komunikasi dipandang sebagai benang pemersatu dan cara bagi siswa untuk memberikan respons yang bermakna terhadap tugas. Selain itu, konsep daya matematika sebagai penalaran, koneksi, dan komunikasi memainkan peran yang semakin penting dalam mengukur prestasi siswa.
Menurut (Baroody, 2000) Daya matematika memiliki tiga komponen. Yang pertama adalah Posistive Disposition yang didalamnya termasuk keyakinan dan kepercayaan diri yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah yang menantang. Elemen kedua dari daya matematika adalah Understanding Mathematics yang isinya meliputi menghargai bagaimana matematika sekolah berhubungan dengan kehidupan sehari-hari, melihat hubungan antara konsep-konsep matematika, dan menghubungkan prosedur dengan alasan konseptual mereka. Bagian ketiga dari daya matematika adalah mengembangkan kemampuan untuk terlibat dalam proses penyelidikan matematika (Mathematicall Inquiry) ini termasuk membuat dan menguji dugaan, menemukan pola di dunia sekitar kita (penalaran induktif), pemecahan masalah, dan penalaran logis (penalaran deduktif).
Menurut (Sahin & Baki, 2010) Daya matematika dapat muncul ketika siswa memanfaatkan pengetahuan matematika (Mathematicall Knowledge) dengan keterampilan matematika (Mathematical Skill) bersama-sama dalam kerangka konten (Content Area) yang ditentukan.
Menurut NCTM (dalam Phillips & Anderson, 1993) Tujuan yang melekat pada pengembangan daya matematika yaitu (1) Belajar menghargai matematika (2) Menjadi percaya diri dalam kemampuan mereka untuk mengerjakan matematika (3) Menjadi problem solver (4) Belajar berkomunikasi secara matematis (5) Belajar untuk bernalar secara matematis.
Menurut (NSF, 1995) Siswa akan mengembangkan daya matematika yaitu dengan  (1) Siswa menghargai nilai matematika; (2) Siswa mendapakan kepercayaan diri pada kemampuan matematika mereka sendiri; (3) siswa terlibat dalam pemecahan masalah matematika; (4) Berkomunikasi secara matematis; (5) Hubungkan apa yang dipelajari dalam matematika dengan topik matematika lainnya, disiplin ilmu lain, dan kehidupan sehari-hari.
Menurut (Kaur, 2017) untuk mengembakan daya matematika dapat di tempuh melalui 4 cara yaitu (1) melalui konten matematika, (2) melalui proses kognitif dan afektif, (3) melalui tugas matematika yang dirancang sedemikian rupa, (4) dengan mengembangkan kompetensi abad ke-21.
Dari beberapa pendapat tersebut secara umum terdapat beberapa kesamaan dalam rumusan komponen daya matematika ataupun cara memberdayakan matematika. Diantara kesamaan-kesamaan tersebut yaitu bagaimana komponen daya matematika yang dirumuskan (NAEP, 2002; Sahin & Baki, 2010) sama-sama memuat Mathematical Skill, Mathematicall Knowledge serta Content Area. Kemudian dalam memberdayakan matematika beberapa ahli juga memiliki kesamaan pandangan diantaranya yaitu bagaimana menghargai nilai matematika dan juga menjadikan siswa percaya diri pada kemampuan matematikanya (Phillips & Anderson, 1993; Baroody; 2000; NSF, 1995).

Referensi :
Baroody, A. J. (2000). Does mathematics instruction for three-to five-year-olds really make sense?. Young Children, 55(4), 61-67.
Kaur, B., & Lee, N. H. (2017). Empowering mathematics learners. In Empowering mathematics learners: Yearbook 2017 Association of Mathematics Educators (pp. 1-8).
NAEP, (2002). Mathematics Framework for the 2003 National Assessment of Educational Progress. Washington, DC: National Assessment  Governing Board.
NSF, (1995). Mathematical Power For All Students: The Rhode Island Mathematics Framework. K-12. C.I.A.I. Curriculum, Instruction, Assessment, Improvement, Pinellas County Schools Division of Curriculum and Instruction Secondary Mathematics. Washington. DC.  Arlington.
Phillips, E., & Anderson, A. (1993). Developing mathematical power: A case study. Early Child Development and Care, 96(1), 135-146.
Şahin, S. M., & Baki, A. (2010). A new model to assess Mathematical Power. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 9, 1368-1372.

Senin, 02 Maret 2020

Daya Matematika dalam sudut pandang buku “Empowering Mathematics Lerners”


*Tulisan ini di tulis oleh Ardi Nuryadi Mahasiswa S-2 Pendidikan Matematika, UNY untuk memenuhi tugas daya matematika dengan dosen Prof. Dr. Marsigit, M.A

            Daya matematika didefinisikan oleh NCTM (2000) sebagai kemampuan untuk mengeksplorasi, menduga, dan bernalar secara logis; untuk memecahkan masalah non-rutin; untuk berkomunikasi mengenai matematika dan melalui matematika; dan untuk menghubungkan ide-ide dalam matematika dan antara matematika dan aktivitas lain di luar matematika. Daya matematika dapat dilihat sebagai pendekatan pengajaran yang berguna untuk mempersiapkan siswa untuk menjadi pembelajar yang mandiri, independen dan memiliki kesadaran untuk belajar sepanjang hayat dalam lingkungan pendidikan (Yaap et al., 2015). Dari hal tersebut terlihat bahwa daya matematika merupakan hal yang kompleks yang perlu dikembangkan untuk peserta didik dan hal yang kompleks tersebut tentunya dalam mengembangkan diperlukan strategi yang kompleks pula, menurut kaur (2017) untuk mengembakan daya matematika dapat di tempuh melalui 4 cara yaitu (1) melalui konten matematika, (2) melalui proses kognitif dan afektif, (3) melalui tugas matematika yang dirancang sedemikian rupa, (4) dengan mengembangkan kompetensi abad ke-21.
Dalam mengembangkan daya matematika melalui konten matematika penekanan lebih kepada bahwa guru untuk mengajar matematika sekolah secara konseptual dan bermakna, mereka harus mengembangkan pemahaman yang kuat tentang teorema matematika, pemahaman tentang perluasan definisi matematika, dan pemahaman yang ketat tentang definisi matematika. Sehingga untuk mmberdayakan siswa dalam belajar matematika diperlukan pemahan yang mendalam yang dimiliki guru mengenai konsep dasar dari objek-objek matematika seperti aljabar, geometri, bilangan dan lain sebagainya.
Dalam mengembangkan daya matematika melalui proses kognitif dan afektif yang perlu diperhatikan adalah bagaimana cara kerja memori siswa dalam mendapatkan sampai menyimpan informasi, sehingga ketika guru memahami cara kerja memori siswa maka guru akan dengan mudah untuk memberdayakan proses kognitif siswa. Selain itu pemberdayaan proses kognitif juga dapat dilakukan melalui penggunaan multiple representasi dalam pembelajaran untuk memberdayakan siswa melalui proses kognitif dalam mengembangkan koneksi yang lebih fleksibel di antara berbagai mode representasi. Selain itu mengembangkan metakognitif juga merupakan bagian dari cara untuk mengmbangkan daya matematika melaui proses kognitif ataupun afektif.
Tugas matematika yang dapat mengembangkan daya matematika harus memiliki karakter khusus seperti yang dirancang Wijaya (2017) dimana tugas matematika dimodifikasi sedemikian rupa sehingga bentuk penugasan merupakan tugas yang menekankan kepada kegiatan eksplorasi matematika, selain Toh (2017) juga mendesain tugas matematika yang bertujuan untuk mengembangkan daya matematika dimana tugas tersebut merupakan tugas pemecahan masalah, selain itu ciri-ciri tugas-tugas lain yang dapat memberdayakan siswa seperti open-ended task, real-world task, modelling task dan lain sebagainya dimana tugas-tugas tersebut menuntut untuk berpikir tingkat tinggi.
Yang terakhir adalah mengembangkan daya matematika dengan mengembangkan kompetensi abad ke-21, Sekolah-sekolah di singapura kerangka kerja untuk kompetensi abad 21 bertujuan untuk mengembangkan anak muda menjadi orang yang percaya diri, pembelajar mandiri, kontributor yang aktif serta warga negara yang peduli. Sehingga dengan tujuan tersebut dalam belajar matematika lebih di tekankan untuk mengembangkan kepercayaan diri yang dapat di lakukan dengan motivasi, pembelajar mandiri yang dapat di lakukan melalui proses adaptasi dengan rancangan model pembelajaran yang mengarah kepada hal tersebut, pembelajar yang aktif serta sebagai warga negara yang peduli dapat dikembangkan melalui pembelajaran yang berbasis penemuan sehingga siswa secara aktif membangun pengetahuan dan dalam membangun pengetahuan dimungkinkan untuk bekerja sama sehingga tercipta suasana yang aktif. Dari beberapa hal tersebut untuk mengembangkan kompetensi abad ke 21 diperlukan strategi pembelajaran yang inovatif yang memacu kerjasama tetapi juga menjamin kemandirian belajar siswa.
            Dari beberapa hal tersebut terlihat bahwa dalam mengembangkan daya matematika begitu kompleks. Dimana dibutuhkan penguasaan yang mendalam mengenai konten matematika, dibutuhkan desain pembelajaran yang mampu memacu proses kognitif maupun afektif, dibutuhkan strategi yang inovatif dalam menyampaikan pembelajaran matematika serta perlu mempertimbangkan tuntutan perubahan zaman mengenai kompetensi yang perlu dikembangkan.

Referensi :
Kaur, B., & Lee, N. H. (2017). Empowering mathematics learners. In Empowering Mathematics Learners: Yearbook 2017 Association of Mathematics Educators (pp. 1-8).
NCTM. (2000). Principles and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston,
VA: NCTM.
TOH, T. L. (2017). Mathematical Problem Solving: An Approach to Empowering Students in the Mathematics Classroom. In Empowering Mathematics Learners: Yearbook 2017 Association of Mathematics Educators (pp. 183-201).
Wijaya, A. (2017). Empowering Mathematics Learners through Exploratory Tasks. In Empowering Mathematics Learners: Yearbook 2017 Association of Mathematics Educators (pp. 203-218).